Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai
tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan karena wilayahnya
adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga
didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah
pegunungan.
Pada waktu pemerintahan Raja Sendok (Mpu Sendok), seorang petinggi
kerajaan bernama Mpu Supo diperintahkan Raja Sensok untuk membangun
tempat peristirahatan keluarga kerajaan di daerah pegunungan yang
didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, guna menemukan
tempat peristirahatan seperti yang diinginkan oleh raja, akhirnya Mpu
Supo yang konon kabarnya sakti mandraguna memulai membangunn kawasan
Songgoriti sebagai tempat peristirahatan kelurga kerajaan serta
dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Sebagaiamana keinginan raja bahwa di tempat peristirahatan dimaksud
harus terhadap sumber atau dekat dengan mata air, maka di tempat
peristirahatan itupun terdapat sumber mata air yang mangalir dingin
seperti semua mata air diwilayah pegunungan.
Mata air dingin tersebut sering digunakan mencari keris-keris bertuah
sebagai benda pusaka dari Kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata air
yang sering digunakan untuk mencari benda-benda kerajaan yang bertuah
dan mempunyai kekuatan supranatural yang dahsyat, akhirnya yang semula
sumber mata air yang terasa dingin menjadi sumber mata air panas. Sumber
mata air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan
Wisata Songgoriti.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan
bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran
Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut juga Kyai Gabung Angin
yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan
Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek atau
mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu
panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat lebih
memanggil seseorang akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil
Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin
di Jawa Timur.
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah Abu Ghonaim sebagai
cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang
memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah
Batu,sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari Jawa Tengah.Abu
Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja
meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah di kaki Gunung
Panderman ini adalah untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari
serdadu Belanda (Kompeni) terhadap semua pengikut-pengikut Pangeran
Diponegoro dengan licik dan tipu muslihat berpura-pura mengajak
berunding dengan Pangeran Diponegoro yang ternyata bermaksud
menangkapnya dan membuang ke Makassar hingga wafatnya.Kejadian ini
diperkirakan setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830).
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama
masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa,pengetahuan dan
ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro,
akhirnya banyak penduduk di daerah sekitarnya berdatangan dan menetap
untuk menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.Bermula mereka
hidup dalam kelompok di daerah Bumiaji, Sisir, dan Temas.
Sebagaimana layaknya wilayah pegunungan yang subur, Batu dan
sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara
sejuk.Tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk
mengunjungi dan menikmati sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya
tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad ke-19 Batu berkembang
menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda sehingga
akhirnya orang-orang (bangsa) Belanda itupun membangun villa-villa
sebagai tempat peristirahatan.
Dengan keindahan dan keelokan Batu yang mempesona itu, bangsa Belanda
menyejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu
Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein atau Swiss Kecil di
Pulau Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar